Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Senin, 21 April 2014

Setangkai Mawar



Jreng-jreeng! Ini naskah fiksimini gue buat event "Secret Admirer" yang tahun kemarin diadakan grup Antologi Es Campur. Nilai yang gue dapatkan cuma 81,5 sementara skor tertinggi adalah 85. Otomatis gue nggak menang, huu... Tetap semangaat! 

"Sebenarnya, yang belakangan ini memberimu mawar itu adalah... Aku." ucapku penuh keberanian, entah setan darimana yang memperdayaku untuk mengungkapkannya. "Tapi kali ini, aku mau memberikannya secara langsung. Kamu mau menerimanya ‘kan?"
Ia menatapku keheranan. Memperhatikan penampilanku yang lusuh sembari memegang sebuah gitar butut. Tetapi aku tak menghiraukannya.
Perlahan jemarinya yang lentik itu mendekat. Gotcha! Rasanya hati ini begitu menggelora saat ia mengambil bunga itu dari tanganku. Tetapi rasa itu pupus sudah saat dibuangnya mawar itu ke tanah dan diinjaknya sampai hancur—layaknya perasaanku kini. Ia pun pergi sambil menggerutu, berkali-kali kudengar serapahnya yang menyatakan bahwa aku tak pantas untuknya.
Detik itu juga aku tersadar, aku bukan seorang aktor tampan atau pengusaha kaya. Aku hanyalah pengamen jalanan yang hanya mampu memberinya setangkai mawar dan segunung cinta.


0 komentar:

Posting Komentar

Setangkai Mawar

| |



Jreng-jreeng! Ini naskah fiksimini gue buat event "Secret Admirer" yang tahun kemarin diadakan grup Antologi Es Campur. Nilai yang gue dapatkan cuma 81,5 sementara skor tertinggi adalah 85. Otomatis gue nggak menang, huu... Tetap semangaat! 

"Sebenarnya, yang belakangan ini memberimu mawar itu adalah... Aku." ucapku penuh keberanian, entah setan darimana yang memperdayaku untuk mengungkapkannya. "Tapi kali ini, aku mau memberikannya secara langsung. Kamu mau menerimanya ‘kan?"
Ia menatapku keheranan. Memperhatikan penampilanku yang lusuh sembari memegang sebuah gitar butut. Tetapi aku tak menghiraukannya.
Perlahan jemarinya yang lentik itu mendekat. Gotcha! Rasanya hati ini begitu menggelora saat ia mengambil bunga itu dari tanganku. Tetapi rasa itu pupus sudah saat dibuangnya mawar itu ke tanah dan diinjaknya sampai hancur—layaknya perasaanku kini. Ia pun pergi sambil menggerutu, berkali-kali kudengar serapahnya yang menyatakan bahwa aku tak pantas untuknya.
Detik itu juga aku tersadar, aku bukan seorang aktor tampan atau pengusaha kaya. Aku hanyalah pengamen jalanan yang hanya mampu memberinya setangkai mawar dan segunung cinta.


0 komentar:

Posting Komentar