Friend (Zone)
© 2015 by Nisa Jung
(VIXX – Hyuk &
OC)
.
.
.
.
.
.
Kamu tahu
rasanya terjebak dalam zona pertemanan?
“Han Sang Hyuk!
Jawab aku! Sebenarnya kita mau ke mana, uh? Ini bukan jalan menuju rumahmu
‘kan? Iya ‘kan? Hei! Jangan diam saja!”
Rasanya
seperti dikurung dalam sebuah labirin besar tanpa adanya pintu keluar. Sejauh
apapun langkah yang kita tempuh, selama apapun durasi pencarian jalan keluar,
tetap saja kita tak bisa membebaskan diri dari sana. Sungguh menyebalkan.
“Hyuk-ah[1],
ini… Ini indah sekali!”
Tatkala kaki
sudah terlalu letih untuk melangkah, di saat mata mulai jenuh menatap dinding,
juga tetesan peluh yang sudah tak terkira jumlahnya; kita masih terpaku di
tempat yang sama. Tanpa mengetahui kapan akhirnya.
“Hei, jangan
tertawa! Aku ‘kan tidak tahu kalau di sekitar sini ada danau!”
Itulah, aku
selalu merasakannya tiap kali bersamamu. Meskipun aku tak pernah lelah
membantumu menyelesaikan banyak tugas, menghabiskan waktu untuk memberimu
semangat, mengingatkanmu dengan berbagai kegiatan dan mendukungmu ketika merasa
pesimis―itu belum cukup untuk mendapatkan hatimu.
“Apa ini? Umm,
bukankah ulangtahunku sudah lewat? Kau tidak ingin mengerjaiku ‘kan?
Jangan-jangan, isinya serangga atau… Boleh kubuka sekarang?”
Sebaik
apapun sikapmu padaku, tetap saja tak pernah lebih dari teman.
“Kyaaa! Dari
mana kau tahu kalau aku menginginkan sepatu ini? Cantiknya… Ah, terima kasih!
Kau benar-benar teman terbaikku, Hyuk-ah!
Saranghae[2]!”
Teman. Satu
kata yang membuatku kian tersiksa. Satu kata yang kuharap segera mengundurkan
diri untuk menjadi penghalang rasa. Satu kata yang biasa, namun getirnya
sungguh terasa. Setidaknya… Hanya untukku seorang.
“Yah,
sebenarnya Sung Jae pernah memberikanku warna pink sebelumnya… Tapi, kau tahu ‘kan? Aku tidak suka warna itu.
Biru jauh lebih keren! Terima kasih!”
Aku tak
mengerti, sebenarnya kamu yang terlalu lambat menangkap sinyalku atau malah
diriku yang terlalu bodoh, menunggu dirimu menyadari semuanya? Terlebih, di
sekelilingmu terhampar sejumlah pemuda lain yang memiliki obsesi serupa
sepertiku. Ah, sudahlah. Aku sama sekali tak punya keberanian untuk bersaing
dengan mereka…
“Dia itu bodoh,
ya? Sudah kukatakan berkali-kali, warna kesukaanku itu biru. Tapi, tetap saja
Sung Jae tak mau mendengarkannya . Apanya yang merayakan Valentine, huh! Kue coklat dariku
seharusnya sudah cukup ‘kan? Yah, meskipun rasanya tidak begitu enak sih…”
Yang
memiliki sejuta kelebihan untuk menjatuhkanmu.
“Omong-omong,
apakah kita bisa pulang sebelum pukul empat? Tiketku tertinggal di rumah. Sung
Jae pasti akan marah besar kalau aku terlambat datang ke bioskop nanti.”
Akankah
kukibarkan bendera putih dalam waktu dekat ini?
.
.
.
fin.
.
.
fin.
0 komentar:
Posting Komentar