Reason! ― Hyuk Version
© 2015 by Nisa Jung
(VIXX – Hyuk & OC)
.
.
.
Ada banyak
alasan kenapa Sang Hyuk membenci hari Kamis.
Yang pertama,
kehadiran puding susu sebagai jamuan penutup di menu makan siang. Jangankan
menyantap, mencium baunya saja Sang Hyuk sudah mual setengah mati. Perutnya
yang tidak dirancang untuk menyerap laktosa memang memaksa anak lelaki itu
untuk menjauhi segala produk susu. Kecuali ASI, tentunya.
Kedua, mata
pelajaran Kimia. Park-seonsaengn im[1]
berada di daftar terbawah dalam urutan guru terfavorit versi Han Sang Hyuk.
Alasannya? Sederhana saja, karena dia sudah terlalu ringkih untuk mengajar.
Fungsi telinga dan pita suaranya―ini yang paling Sang Hyuk benci―tidak sekuat
guru-guru lain yang masih bugar. Tak jarang ada murid yang salah mencampur
beberapa zat kimia dan berakhir dengan sebuah ledakan, lantaran tidak jelas
menangkap instruksi dari beliau.
Yang ketiga…
“Hei, Tampan!
Lemparkan bola itu padaku!”
Presensi
seorang Oh Min Ji, tepat di sudut lapangan basket.
“Han Sang Hyuk!
Cepatlah!”
Dengan
ogah-ogahan, Sang Hyuk melayangkan bulatan jingga itu pada Min Ji. Huh, sudah
tahu dia takkan bisa menangkap, masih saja berusaha.
“Hei, kenapa
wajahmu muram begitu?” Min Ji menghampiri Sang Hyuk dengan mimik khawatir. Bola
basket yang setengah mati diincarnya, kini dibiarkan bergulir begitu saja.
Melewati kaki-kakinya yang terbungkus sepatu kets bercorak merah pekat.
Bukannya
menyambut kedatangan gadis itu dengan keramahan, Sang Hyuk malah berkacak
pinggang, “Aku ‘kan sudah menggantikanmu sebagai kapten tim minggu lalu dan
memenangkan pertandingan! Lantas, kenapa kau masih saja mengikutiku, uh?”
“Memangnya
tidak boleh?” Min Ji mencebik sebal. “Aku ‘kan menyukaimu…”
Sang Hyuk
mendelik, “Oh Min Ji! Jangan ngawur!”
“Aku serius…”
Min Ji mendesah. Ingin sekali digamitnya lengan Sang Hyuk yang terbungkus
blazer, namun dalam keadaan seperti ini… Pastilah sulit. “Tak bisakah kau
memberikanku satu permintaan lagi?”
“Kau ingin aku
membelikanmu bola basket baru? Percuma saja! Toh, kau takkan bisa
memainkannya!” jawab Sang Hyuk ketus, dibalas dengan sebuah gelengan pelan dari
Min Ji. “Lalu, apa?”
“Jadilah
pacarku.”
Sekarang,
justru Sang Hyuk yang sibuk memutar-mutar kepala. Jika saat Oh Min Ji masih
bertubuh saja Sang Hyuk menolak pernyataannya mentah-mentah, mana mungkin dalam
keadaan melayang-layang seperti ini Sang Hyuk akan menerimanya?
.
.
.
fin.
.
.
fin.
0 komentar:
Posting Komentar